Senin, 28 Januari 2013

Anak Kesayangan atau Ladang Uang?


Seorang teman kantor ( Pak Hakim ) Memberikan saya foto diatas. seketika saya nangis ditempat.

Foto itu cuma gambar anak Orangutan yang begitu sabar menunggui induknya dioperasi. Dan ekspresinya, mengisyaratkan bahwa dia begitu tabah dan kuat. Seorang anak, yang begitu mencintai Ibunya.

DNA kita 99,6 persen identik dengan orangutan. Hanya beda 0,4 persen saja.  Bahkan selisih genetika antara orangutan dan gorila itu 1,8 persen. Carolus Lineaus membuat istilah hominidae untuk manusia dan memisahkan orangutan dengan kata pongidae semata supaya tidak dimarahi pihak gereja. Pada dasarnya sebenarnya kita adalah binatang. Binatang yang memiliki kemampuan linguistik karena memiliki Area Broca.

Malam Minggu kemarin, saya dan Mas Riyan sengaja ke Monas. Banjir kemarin menyisakan begitu banyak ketegangan diantara kami. Lihat pohon yang hijau dan semilir angin yang tak berhenti berhembus, membuat kami lebih rileks dari sebelumnya. Terlebih lagi, malam minggu di Monas biasanya begitu banyak komunitas-komunitas menampilkan atraksinya. Seperti komunitas sepeda, komunitas fotografi, dan komunitas Debus Jalanan. Komunitas yang terakhir ini menyisakan kecut di hati saya hingga kini.

Jaman memang semakin maju, begitu banyak anak balita yang kini memiliki kemampuan diatas rata-rata. Tak perlu jauh-jauh, saya akan mencontohkan anak sendiri. Airin, baru berusia 5 tahun, tapi dia akan dengan sangat mudah berkomunikasi dan menghapal banyak hal diluar kepalanya. Ketika saya berusia 5 tahun dahulu, saya yakin saya tak akan seperti Airin. Ini kemajuan, yang berdampak begitu banyak. Positif dan Negatif.

Komunitas Debus Jalanan yang ada di monas kemarin mempertontonkan tindakan kejam menurut saya. Dari namanya saja, kita tau yang namanya debus pasti identik dengan kekerasan dan aksi mengerikan. Mereka yang menjuluki dirinya pemain debus, akan kebal terhadap benda tajam dan berbagai macam tindak kekerasan lainnya. Mereka itu, orang-orang yang kulitnya mungkin telah dilapisi besi.

Kemana saya kecut? Karena komunitas itu menjadikan anak usia sekitar 3 tahun sebagai salah satu pemainnya. Bocah kecil itu di pecut dengan bunyi yang sangat keras namun hanya terbahak. Penonton yang melihat bereaksi macam-macam, ada yang kagum karena kekuatan super yang dimiliki si anak, ada yang tepuk tangan senang, ada yang tertawa bahagia, dan ada yang menangis. golongan yang terakhir itu cuma dihuni oleh satu orang : SAYA.

Mereka tertawa ketika melihat ada seorang anak kecil di cambuk ayahnya? mereka bahagia ketika menyadari seorang pria mungil bertubuh kecil yang dieksploitasi keluarganya? Dan mereka kagum karena ada seorang anak kecil yang di jadikan lahan uang demi kehidupan keluarganya? Dunia sudah jungkir balik.

Lihat Orangutan itu, bagaimana dia begitu mencintai keluarganya, itu adalah efek dari rasa cinta yang juga besar dari ibunya. Mana lah mungkin, seorang anak yang sejak usia 3 tahun sudah di didik sebagai pemain debus dengan mempertontonkan kesaktiannya sebagai bahan candaan akan memiliki kasih sayang seperti orangutan itu? manalah mungkin seorang ayah yang tega menjadikan anak lelakinya yang masih begitu polos bulan-bulanan penonton di monas.

Malam minggu saya jadi kelabu kemarin, cuma gara-gara atraksi kejam tanpa kemanusiaan dari seorang ayah pada anaknya. Untuk itulah saya mengundang kalian semua yang peduli pada nasib bangsa yang kita titipkan di pundak para anak-anak itu kelak, untuk menandatangani petisi yang saya ajukan pada situs Change.org

Caranya gampang, kalian silahkan klik link berikut http://www.change.org/id/petisi/organisasi-debus-jalanan-hentikan-menjadikan-anak-dibawah-umur-eksploitasi-dan-ladang-uang lalu klik Tandatangani yang tercantum di area tersebut. satu tanda tangan kalian sangat bermanfaat bagi anak-anak yang tereksploitasi orang tuanya. Yukk sama-sama luangkan waktu 5 menit saja untuk peduli pada mereka.

Be save Child

Rahmi.

Minggu, 20 Januari 2013

Bukan Banjir Biasa.

Sejak kamis, Jakarta direndam air. Ini bukan sembarang air. Bukan juga iseng-iseng fatamorgana. Tapi ini air yang datang tanpa diminta, tanpa permisi. Jakarta kebanjiran.

Beberapa daerah yang terendam air membuat hati trenyuh. sebut saja kampung melayu yang memang setiap tahunnya jadi langganan dikunjungi dewa Posheidon itu. Atau kawasan Grogol yang bisa buat main selancar para turis karna debit airnya yang luar biasa. Dan juga Pluit. Daerah yang satu ini, letak dimana hati saya tertambat. Hidup saya terpancang. Pluit adalah daerah asal Mas Riyan. Yang kini juga jadi rumah saya, rumah hati saya sepenuhnya.

Kamis pagi air masuk kedalam rumah mas Riyan setinggi mata kaki, waktu membuatnya semakin subur. Air meningkat pesat hingga sedada orang dewasa. Listrik mati dan saya kehilangan kontak dengannya.

Mas Riyan adalah pria yang luar biasa hatinya. Bagi saya dia bukan sekedar pecinta yang serius, tapi dia adalah pria yang memang Tuhan ciptakan nyaris tanpa cacat. Hidupnya penuh dengan perjuangan, dan banjir, kembali membuktikan itu.

Sejak kamis hingga sabtu, saya sulit berkomunikasi dengan mas Riyan. sekalipun bisa, saya harus memaksa dia mencari daerah terdekat yang memiliki sambungan listrik untuk me- charge hp nya. dan mencari dalam gulita juga debit air yang tinggi jelas merupakan hal sulit. Saya nelangsa, setiap kali mas Riyan telpon dan berkata dia sengaja berjalan jauh hanya demi mendapatkan satu strip batere di hpnya guna menelpon saya. Romantisme saya saling bertabrakan, antara ingin membiarkan dia tanpa kabar atau memaksanya berjalan untuk memberi kabar.

Sampai sabtu sore hari, akhirnya dia bisa keluar dari banjir dengan berjalan puluhan kilometer dalam debit air yang tinggi hingga bisa bertemu saya. Saat saya melihat dia, saya menyaksikan wajah hector yang lelah. Matanya memang tajam memancarkan semangat, tapi kulitnya makin kusam dan rambutnya berantakan. Saat itu ingin rasanya saya melarang dia kembali ke dalam banjir itu, dan mengikatnya bersama saya. Tapi saya tau, tanggungjawab dan kepeduliannya akan menghalangi saya untuk melakukan itu.

Minggu pagi, saya memaksa ikut mas Riyan menembus air yang belum juga surut di daerah penjaringan, Pluit dalam. Mas Riyan dengan tenang mencoba menahan saya, saya dengan berapi-api memaksa dia membawa sana masuk kedalam. Akhirnya, mengalah dia menuntun saya berjalan masuk kedalam. Saya katakan sekali lagi, BER-JA-LAN. 

Kami mulai memasuki daerah banjir tinggi dari wilayah Tiang bendera Kota tua. Air masih setinggi betis. Saya yang memang sudah tak pernah lagi menggenakan celana panjang, dan beralih pada rok panjang atau gamis-gamis masih bisa berjalan dengan santai. sepatu mulai dilepas demi mengurangi berat beban kaki. Saat itu, air masih bersih. Hati saya masih kokoh. Satu hal yang mas Riyan tanamkan dalam diri saya " Apapun yang terjadi, jangan pernah buka Auratmu." dan saya memegang pesan itu dengan teguh.

Makin masuk kedalam, air mulai merambat naik pelan-pelan. dari betis, kemudian lutut hingga airnya sampai ke perut. Desakan debit air yang makin tinggi, juga kotor dan amisnya air membuat saya mulai pusing. Ketinggian air jelas makin memperlambat langkah saya, yang akhirnya juga memperlambat langkah mas Riyan. Saya hanya berdoa dalam hati, bahwa dalam kondisi ini Tuhan memberikan saya kekuatan tambahan agar saya tak merepotkan mas Riyan. Tapi, kali ini Tuhan tidak mengabulkan doa saya.

Tibalah waktu dimana akhirnya saya jadi oknum yang merepotkan. Saya mulai kesulitan berjalan, nafas mulai memburu alias ngos-ngosan. dan mas Riyan yang menyadari itu menatap saya dengan kasihan. " Mau naik perahu?" , mas Riyan mencoba memberi opsi termudah. Saya mencoba untuk terus menggeleng sementara hati saya mengiyakan. Saya enggan terlihat lemah didepannya.

Pluit dalam keluaran penjaringan adalah tujuan kami. Mas Riyan harus membeli makanan untuk di bawa kedalam, Dan semua itu berantakan karna saya gagal masuk kedaerah yang lebih dalam lagi debit airnya. Saya tidak sanggup. Dan mas Riyan memilih mengantar saya kembali ke tempat semula. Padahal perlu kalian tau, mengantar saya kembali ke tempat semula, sama halnya dengan melawan kesulitan besar ketika kami masuk tadi. Saya lelah, sudah sangat lelah.

Dalam kesulitan itu, mas Riyan mati-matian ingin meringankan beban saya. ketika saya mulai melangkah pelan, dia akan menggengam kuat tangan saya dan menarik halus. Ketika langkah saya terhenti karna tersangkut kotoran, maka dia akan berusaha membebaskan kaki saya dari kotoran tersebut. Ketika saya tidak bisa melopat turun, maka dia akan menggendong saya. Dan dia melakukannya tanpa kesulitan, padahal di tubuhnya sudah tergantung satu tas ransel dan satu tas gendong milik saya.

Banjir, mengajarkan saya banyak hal tentang perjuangan. Mas Riyan menunjukkan pada saya bagaimana dia bisa dengan ikhlas melalui itu semua.


Senin, 14 Januari 2013

Cuma ilang, Bukan habis.

Sabar itu perintah Illahi, Jadi sabar itu gak boleh ada batasnya.

Manusia itu kan kadang sombong ya, lupa kalau dia punya segudang kekurangan yang mungkin jadi halangan buatnya mulia dimata penciptanya. Sombongnya itu, bikin manusia jadi mahluk yang senantiasa merugi.

Seharian saya dikasih banyak hal sama Allah. Menawarkan banyak kejadia yang membekas dan gak mungkin saya lupain. Tanggal ini, hari ini, tahun ini, gak bakalan pernah saya lupain seumur hidup saya. Apapun yang kelak terjadi sama saya besok, saya bakalan inget hari ini sejelas saya liat sendok makan didepan saya sekarang.

Seandainya bisa, saya pengen banget bilang sama kalian kalo sekarang ini saya ibarat hp yang abis batu batere. kedip-kedip terus tapi gak bisa mati. Dipake buat nelpon yang ada nanti malah nge hang. Dipake sms layarnya udah burem banget karna gak kuat buat nampilin cahaya akibat gak ada baterenya. seperti kata pepatah, Mati segan hidup tak mau. Apatis banget. Tapi sayang, saya jelas bukan tipe manusia lemah macam itu. Masa gitu aja saya mau laporan sama kalian kalo saya lagi kehilangan daya? Hopeless? Jelas bukan sifat saya.

Ceritanya, saya dikagetkan sama hal menyakitkan siang tadi. Waktu saya buka PC komputer ..... Taraaaaaaaa!!!! file saya hilang semua. Hilang semua. SEMUA. Oke saya tegaskan sekali lagi SE-MU-A. Mulai dari sinopsis-sinopsis yang saya buat, laporan-laporan bacaan skenario, plot-plot cerita, skenario non final, sampai beberapa cerpen. Ludes hilang dimakan rayap. Mendadak rasanya saya gak punya tulang. Gak mampu nopang badan sendiri.

Entah gimana saya menceritakan disini, tapi yang jelas perasaan saya tadi benar-benar gak bisa saya definisikan lagi. Mau marah, tulisan saya udah ilang. Marah, gak bisa bikin tulisan saya balik. Mau diem, mana mungkiiiinnnnnn, itu karya saya yang diciptakan dengan bulir-bulir keringat ide dan airmata imajinasi. Mau sabar, Masya Allah.... saya bingung gimana caranya sabar tadi. Itu, bener-bener gak bisa lagi cerita gimana rasanya. Gak ada satu pun jenis emosi yang bisa mewakili perasaan saya tadi.

Mendadak saya merasa insecure. Semua orang saya curigai. Siapapun yang ada di depan saya, kena semburan emosi saya. Tanpa pilih kasih, saya pukul rata berbagi emosi hari ini, termasuk sama Mas Riyan.

Saya bahkan sempat adu argumen sama Mas Riyan. Ngotot marah tanpa alasan, padahal dia kan gak tau apa-apa ya. Suka kasian saya sama dia, kena getah melulu tanpa pernah makan buahnya.

Untung, saya dikasih sama Allah pasangan yang super sabar. Pasangan yang bisa ngertiin saya tanpa batas. Kelar emosi meluap tak tertahankan, saya dibawa mas Riyan makan di pinggir jalan. Ngobrol santai disana. Lagi-lagi, Mas Riyan yang bisa buka pikiran saya. Bisa buka emosi saya jadi wujud syukur.

Katanya, " Kalau orang lagi dikasih cobaan/azab sama Allah, itu tandanya dia lagi mau dinaikin kelasnya. Bersyukur dong mau di naikin kelas." Terus mas Riyan cerita kisahnya nabi Daud, Salah satu Rasul Allah itu dikasih ujian maha berat dengan diambil semua harta miliknya, diberi penyakit dan akhirnya meninggal dalam penyakit itu. Tapi Nabi Daud tetap sabar. Bersyukur menghadapi itu semua.

Saya diem, malu sama Nabi Daud - meski kelas iman saya jelas bukan level soerang nabi- tapi masa iya, saya yang cuma keilangan tulisan bisa seterpuruk ini. Yaelah, saya kan masih punya ingatan, masih bisa saya tulis ulang. Masih punya mata yang sehat juga buat ngeliat. Tulisan saya itu cuma ilang, bukan abis. Terus masalahnya apa? Ya gak ada ternyata. Hehehe.

Terus ngapain saya cerita panjang lebar? Ya cuma mau ngasih tau aja, kalo jadi orang yang sabar itu ternyata enak. Beneran deh. Gak percaya? Cobain aja. Dan buktikan sendiri.

Salam

Me.


Kamis, 10 Januari 2013

tentukan Posisimu.

Just Ordinary People or Complicated People? Tentukan sendiri posisimu.

Setiap habis Sholat Subuh saya dan Mas Riyan punya kebiasaan Ngaji bareng. Ngaji apa aja. Kadang Mas Riyan cuma ngedongeng kisah-kisah inspiratif dari sahabat Nabi, atau ada beberapa hadist menarik yang bisa diambil hikmah untuk saya, Atau malah ngaji tafsir. Kebiasaan itu berlangsung tanpa sengaja, dan saya menikmatinya.

Suatu pagi pasca lebaran kemarin, waktu itu Saya, Airin dan Mas Riyan selesai sholat subuh. Saya dan mas Riyan minta Airin untuk membacakan beberapa suratan pendek yang sudah di hapalnya. Entah datang dari mana ide itu, mendadak saya diminta sama mas Riyan untuk hapalan juga. Dan hasilnya : SAYA GAK HAPAL !

Sejak itu, mas Riyan terus-terusan mengingatkan saya untuk menghafal suratan pendek yang saya lupa. Saya sampai dibelikan Juzz' Amma baru sama dia.

Dan subuh tadi, datanglah hari test itu.

Pengalaman subuh dramatis bersama Airin itu jelas jadi pelajaran berharga untuk saya. Subuh tadi, saya dengan manis menyelesaikan hafalan Suratan-suratan pendek. Setelah itu mas Riyan menanyakan Isi rukun Iman dan Rukun Islam. Dalam obrolan santai itu, saya tersadar bahwa saya harus menggunakan jembatan keledai berupa lagu penghafal yang diajarkan Airin untuk bisa membedakan mana Rukun Iman dan mana Rukun Islam. Parahnya lagi, saya terbalik-balik urutannya. Melihat gelagat gak sehat dari pengetahuan agama saya, Mas Riyan spontan menanyakan hal-hal simple tentang Islam pada saya. Mulai dari nama Nabi secara urut, nabi-nabi mana yang diberi Kitab, Nama malaikat dengan tugasnya masing-masing dan beberapa hal simple lagi tentang Islam. Kesemuanya, saya bisa menjawab dengan potensi nilai di bawah 5 jika skalanya 1-10. Menyedihkan.

" Kamu itu sama aja kayak kebanyakan orang, Sibuk ngaji tafsir ini itu, hafal banyak hadist dan ayat-ayat rumit, tapi hal yang paling mendasar dari pengetahuannya tentang islam malah Nihil. "

Saya langsung mikir, iya juga yah. Saya ini ngaji saking seringnya. Kesana-kemari. Tapi malah Rukun Iman dan Islam aja masih kebalik-balik. Surat Al-fill aja lupa. Padahal dulu waktu masih TK-SD saya hapal loh. Apa sih yang bikin otak dewasa saya banyak melupakan hal-hal kecil tapi penting itu? 

Saya kemudian ingat tentang permainan pikiran yang pernah di lakukan Inay, sahabat saya. Dia bertanya : " Gimana caranya masukin Gajah dalam Kulkas?" Pertanyaan itu di lempar pada 10 orang mahasiswa, 10 dosen, dan 10 eksekutif muda. Semuanya menjawab dengan berbagai macam jawaban. Ada yang bilang, gedein aja kulkasnya. Ada yang bilang, pasti ini gajah mainan. Ada yang bilang, replika gajah ya? Bahkan ada yang cuma jawab " sinting lo" semuanya gak ada yang masuk jawaban benar dari pertanyaan Inay. 

Kemudian, Inay melempar pertanyaan yang sama pada 10 anak balita. 5 dari 10 anak itu menjawab dengan wajah polos : " buka kulkasnya, masukin gajahnya, tutup kulkasnya. " 

Itulah kita. Pikiran kita sudah terbiasa dengan sangat banyak pemikiran. Padahal pertanyaannya cuma gajah dan kulkas. Inay sama sekali tidak menyebutkan gajah itu ukuran berapa, Kulkas itu seperti apa. Inay cuma bertanya simpel, " Gimana caranya masukin gajah kedalam kulkas. " 

Sama seperti pertanyaan itu, pengetahuan saya tentang Agama pun berlari terlalu jauh. Saya inget mas Riyan pernah bilang : " banyak orang hafal surat ini itu, tapi gak pernah ngucap syahadat." Saya diam ketika itu. 

Kenapa ya, Kita ini sibuk jadi orang yang super rumit, mempersulit diri sendiri kemudian jadi manusia yang sulit di sentuh hatinya. Hanya karna otak kita sudah banyak membaca ini itu, mengetahui beragam peristiwa dan memahami banyak hal. Lantas kita lupa, hal yang paling hakiki dari itu semua. menyedihkan. 

Jadi, marilah kita menjadikan hidup berjalan dengan santai dan apa adanya, tanpa perlu melewatkan hal-hal besar di depan kita. Jangan pernah membesarkan masalah yangs sebenarnya kecil, dan jangan pernah mengecilkan masalah yang besar. Semua sesuai porsinya. pas, tanpa perlu dikurangi tanpa perlu dilebihkan. 

Salam Panas.

Me.

 

Rabu, 09 Januari 2013

Saya, Menulis.

" Penulis? Maksudnya? "

Saya penulis dan akan selamanya jadi penulis.

Ceritanya kemarin itu saya ketemu sama ibunya temen lama saya. Beneran temen lama banget. Lebih tepatnya temen SD. Lama kan itu? ketemu di pusat perbelanjaan di kota kelahiran saya. yang namanya lama gak ketemu, bisa kalian bayangkan dong itu hebohnya sejagad raya gak ada yang ngalahin. Semua orang di tempat itu, baik yang lagi belanja atau cuma lewat di depan kami noleh jengah. Saya tau, pasti dalam hati mereka bertanya-tanya : " ini siapa yang norak sih?"

Setelah heboh melihat tumbuh kembang saya yang luar biasa pesat, - saya itu dulunya mungil kayak jari kelingking, sekarang udah kayak jempol- juga melihat kenyataan bahwa saya udah punya anak perempuan yang juga sebesar jempol berusia 5 tahun dalam gandengan saya, sementara temen saya - yang adalah anaknya- bahkan menikah saja belum, ibu itu lantas bertanya sama saya : " kerja dimana sekarang?"

Mulailah siang panas saya berubah jadi neraka.

Ini cuplikan dialog saya dengan Ibu itu :

Ibu Teman   : " Oh, sekarang di Jakarta? Kerja Apa ?"
Saya            : " Saya nulis, tante."
Ibu Teman  : " Nulis? gimana maksudnya?"
Saya           : " ya kerjaan saya nulis."
Ibu teman  : " hahahahaha. " * sumpah ketawanya bikin saya gedek banget*
                  " Ya yang namanya kerja ya pasti nulis lah. Mbak Ami ini ngelucu." * saya makin gedek*
Saya          : " maksud saya, saya ini penulis, Tante."
Ibu Teman: " Penulis? Maksudnya ?"

Dan kemudian terjadilah dialog yang lebih absurd dari itu. Saya menyesali kenapa siang saya jadi sepanas itu.

Jadi penulis adalah cita-cita utama saya. Passion hidup saya. Saya bahkan sama sekali gak pernah membayangkan akan punya pekerjaan lain selain menulis. Itu bener-bener udah jadi cita-cita sepanjang hayat di kandung badan. Dan buat saya, jadi penulis bukan sesuatu yang aneh. Atau lucu. Saya gak lagi main dagelan, Saya serius ingin jadi penulis.

Sepanjang jalan pulang ke rumah saya berfikir, apakah saya yang salah, atau ibu teman saya itu yang memang gak berfikir terbuka. Apakah saya yang bermimpi ketinggian? Atau memang si Ibu itu yang kurang paham perkembangan dunia.

Saya mengenal banyak orang yang hidup benar-benar dari hasil tulisannya. Seperti Wahyu H Sudarmo, Bos saya di kantor yang memang gak punya pekerjaan lain selain menulis. Tapi kemudian saya ingat, selain menulis ternyata dia punya pekerjaan lain Yaitu sebagai Creative Director di kantor saya. Mendadak saya mulai gelisah, saya mulai mencari-cari nama lain yang memang hidup hanya dari menulis. Lalu keluarlah nama-nama seperti Jujur Prananto, Putu Wijaya atau Ahmad Tohari. Dari ketiga nama itu saya mendapati kenyataan pahit, bahwa ketiganya punya pekerjaan sambilan di samping menulis. Atau sebaliknya, menulislah yang menjadi pekerjaan sambilan mereka.

Saya makin gelisah ketika ingat pesan Mama saya dulu : " Bisa dapat apa kamu cuma dengan menulis?" Waktu itu saya bilang bahwa selama saya masih punya nafas di hidup saya, maka saya akan tetap menulis. Entah sudah beberapa lowongan pekerjaan yang mama berikan pada saya melalui Koneksi nya, tapi saya kekeuh di jalur saya. Sekali menulis saya akan tetap menulis.

Dan dialog beberapa menit dengan ibu dari teman lama saya mendadak mengacaukan keyakinan saya. Bagaimana bisa, masyarakat awam seperti ibu itu, yang sehari-harinya nonton sinetron di Tivi swasta, gak tau bahwa ada pekerjaan jadi penulis. Saya ingin berteriak ke semua orang bahwa di balik suksesnya sinetron-sinteron ratting 1 itu, ada nama besar seorang penulis skenario. Bukan hanya sutradara !

Saya menulis apa saja. Dan saya akan tetap jadi penulis. Meski kiamat gagal di tahun 2012, meski 2013 di ramalkan akan menjadi tahun paling buruk, Saya akan tetap menulis.

Saya penulis, dan akan tetap jadi Penulis.





Senin, 07 Januari 2013

Bangun Pagi ? Siapa takut !!

Bangun Pagi itu enak. Serius.

Saya ini manusia yang agak bermasalah dengan yang namanya kemampuan untuk memejamkan mata, Alias TIDUR. Entah lelah atau tidak kemampuan yang satu itu berbanding terbalik dengan aktivitas saya. Karna nya, saya suka sirik kalau ada orang yang terlambat berangkat kantor atau sekedar janjian sama orang dengan alasan keterlambatan berupa : " Sorry gw ketiduran. "

Sejak kecil, saya di mampukan untuk bisa bertahan tanpa durasi tidur yang cukup. Banyaknya aktivitas rutin seperti Latihan vokal, latihan teater, nari, menulis minimal 2 lembar setiap hari membuat masa kecil saya berbeda dengan anak-anak lain yang seusia saya. Saya, menjaga diri dengan terus memahami kenapa saya harus melakukan ini semua. Butuh waktu tahunan untuk akhirnya tau, bahwa apa yang di disiplinkan pada saya sejak kecil itu semua demi prestasi saya. Nilai positifnya jelas, diusia dimana anak-anak lain baru memulai karirnya mengikuti lomba sana sini, saya sudah di sebut macan panggung oleh khalayak. Negatifnya, sampai sekarang saya susah tidur.

Kemudian saya mulai mengerti, bahwa kebutuhan manusia untuk istirahat tidak sebatas tidur. Dalam agama yang saya anut ( Islam ) waktu sehari yang 24 jam itu sudah dibagi dengan sangat baik menjadi 3 waktu pokok : 8 jam untuk Ibadah, 8 jam untuk Istirahat dan 8 jam untuk dunia. saya menelaah 8 jam kedua tidak hanya sebagai tidur semata. 8 Jam istirahat adalah waktu dimana kita membuka mata namun santai, seperti nonton film, main gitar di kamar atau baca novel. lagi-lagi saya gagal untuk tau bagaimana rasanya tidur nyenyak tanpa kesulitan.

Jika bagi sebagian orang mewah adalah punya rumah di kawasan elite, bisa beli smartphone tipe terbaru atau bisa booking kamar di suite room hotel bintang seratus, bagi saya mewah itu : Bisa tidur tanpa kesulitan.

Tapi, sekarang saya udah bisa tidur. Lebih tepatnya memaksakan diri untuk tidur. Meskipun susahnya memejam itu Masya Allah, tapi kemampuan saya untuk terbangun itu Subhanallah. Mau jam berapapun saya merem, jam setengah 5 itu saya pasti melek. Ada atau gak ada alarm. Kalau sampai saya bangun pagi diatas jam 6, itu artinya saya tidur diatas jam setengah 5. kalau orang lain, makan apapun minum teh botol sosro, kalo saya mau tidur jam berapapun jam setengah 5 udah bangun.

Bangun pagi udah jadi semacam kesakralan bagi saya. Gak tau kenapa, saya paling gak suka ngeliat ada orang yang sampai siang masih aja merem. Ini di luar ke sirikan saya sama kemampuan tidurnya ya, tapi lebih ke pola berfikir yang ketat.

Di agama saya, ada yang namanya sholat subuh. Sholat subuh itu di lakukan sebelum matahari terbit.Secara gak langsung, kita harus bangun dong buat sholat. Kan gak mungkin kita sholat tanpa bangun. Karna salah satu syarat sholat adalah memiliki kesadaran utuh kan? Orang gila aja yang gak wajib sholat, karna gak utuh kesadarannya. Termasuk tidur. Jadi kalo ada sholat di dini hari itu artinya secara gak langsung ada perintah buat bangun pagi kan? Sholat kan wajib. Jadi bangun pagi juga wajib.

Tapi ya, masing-masing orang kan punya hidupnya sendiri. Saya sih gitu ya. Pagi adalah waktu paling tepat untuk memulai hari.

Dulu saya punya temen yang sama sekali gak pernah ketemu matahari. Setiap hari kerjaannya membalik dunia. Dia kayak memunggungi waktu yang seharusnya. atau mungkin dia hidup di negara lain yang waktunya berbanding terbalik sama Indonesia. Jadi dia mulai bangun itu jam 4 sore setelah itu kerja sampe jam 4 pagi. saya bingung, udah gitu kenapa ya kulitnya tetep item? padahal dia gak pernah kebakar matahari. Kata papa saya: itu karna dia gak pernah mau ketemu Allah di pagi hari. Jadi kulitnya di kusamkan. Saya manggut-manggut.

Bangun pagi itu enak, serius. Kalian bisa memampukan diri kalian untuk melakukannya meski tidur jam berapapun malamnya, meski kalian lelah gimana juga kemarinnya. Karna itu semua ada di niat. Niat untuk menjalankan perintah Allah untuk beraktivitas sedari pagi. Jadi, bangun lah lebih pagi.


KONDOM ? YA ATAU TIDAK



Seksualitas adalah hal yang paling hakiki dari manusia. Manusia diberi kesempurnaan sebagai mahluk sempurna oleh Tuhan yang diberi nafsu, akal, dan iman. Semuanya menjadi satu kombinasi yang bergandengan dengan seksualitas.

Dewasa ini banyak sekali  sekolah-sekolah yang mengadakan edukasi seks. Tujuannya beragam tapi berpusat pada 1 hal: penyelamatan generasi bangsa  dari bahaya penyakit menular mematikan, HIV/AIDS. Banyak yang bisa dilakukan, salah satunya dengan pengaman berupa karet elastis yang sering kita kenal dengan “Kondom”.

Ada satu hal yang kadang luput dari pengamatan kita, bahwa konsep masyarakat dengan norma yang kini ada membuat kita terkurung dalam jebakan informasi terbatas yang kemudian berlindung dibalik satu alasan normative, sementara kemajuan jaman tidak hanya memaksa kita untuk mengikuti kecepatan arus informasi yang datang, tapi sudah sampai pada taraf mengikutsertakan kita didalamnya. Dunia internet dengan segala kemudahannya jelas merupakan satu komparasi yang cukup untuk pengetahuan.

Benar bahwa sebaiknya hubungan seksualitas dilakukan setelah menikah. Benar pula bahwa kita tak boleh berganti-ganti pasangan, dan benar bahwa menularnya HIV/AIDS paling cepat melalui hubungan seks dengan penderita virus tersebut. Dari segala pembenaran itu, memakai kondom tetap solusi paling tepat dari segala solusi.

Semua orang punya potensi tertular, entah dia pelaku seks di luar lembaga pernikahan maupun yang sudah menikah. Entah dia setia pada pasangannya atau yang sering berganti-ganti pasangan. Potensi itu hanya bisa diminimalisir dengan iman dan Kondom.

Apakah kondom hanya digunakan bagi pasangan pelaku seks yang belum menikah ? Apakah kondom di produksi hanya untuk mereka yang menunda atau mencegah hamil ? Ternyata tidak. Ada satu motivasi mulia yang kita semua justru tabu membicarakannya. Melindungi generasi bangsa dari tertularnya virus menular yang menyerang sistim imun kita tersebut, HIV/AIDS.

Bagi masyarakat, membicarakan kondom sama artinya dengan membicarakan seks bebas. Menyarankan menggunakan kondom sama artinya dengan merestui perzinahan. Pola pikir sempit itu akhirnya menjebak bangsa dalam berfikir serba negative. Lantas bagaimana ? Ya, kita rugi sendiri dan akhirnya jadi negara terbelakang yang memiliki tingkat penderita HIV/AIDS di atas rata-rata. Seharusnya tindakan penyelamatan dilandasi dengan keinginan kuat dari masyarakatnya sendiri.

Padahal kalau kita mau terbuka sedikit saja, mencoba untuk menyadari bahwa kemajuan perkembangan jaman jelas membuat generasi dibawah kita lebih cepat menangkap informasi ketimbang kita dahulu, maka niscaya kita bisa menyelamatkan masa depan bangsa. Kita tidak mungkin mencegah perkembangan jaman. Internet kini sudah masuk hingga pelosok. Usia remaja adalah usia dimana rasa ingin tau lebih besar dari kemampuannya untuk mengolah pengetahuan tersebut. Hingga akhirnya terciptalah kemudahan mendapat informasi seksualitas tanpa arahan. Disini pentingnya program seks edukasi yang ironisnya malah dipandang negative olah para orang tua. Padahal membiarkan anak-anaknya mengetahui informasi seksualitas tanpa arahan, lebih cepat menjerumuskan anak dalam seks bebas.

Gejolak hormonal usia remaja berbanding lurus dengan potensi penyebaran virus HIV/AIDS. Orangtua tidak mungkin bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung. Maka yang harus dilakukan adalah membekali anak kita dengan iman yang kuat dan kondom pada dompet mereka. Ini serius. Artinya, bukan kita lantas membiarkan mereka melakukan seks bebas asal pakai kondom, tapi lebih pada kita upayakan mereka untuk tidak sembarangan beraktivitas seksual.

Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah itu baik, sangat baik.Tapi jika itu sudah teratasi tentunya untuk apa saya repot-repot membuat tulisan ini. Pendapat ini tertulis karena saya menyadari bahwa iman remaja sebagai tameng ring 1 sudah tertembus. Maka yang kini masuk wilayah penyelamatan adalah indikasi terinfeksinya mereka dari virus itu. Lagi-lagi, kondomlah solusinya.

Bisa jadi, jika kita membekali anak-anak kita dengan kondom, mereka justru takut untuk melakukan aktivitas tersebut. Bagaimanapun juga mereka akan menyadari mengapa orangtuanya mau repot memasukkan kondom sebagai barang wajib dalam dompet mereka, semata agar  tak terinfeksi. Minimal itu mengingatkan mereka bahwa dibalik kenikmatan yang hanya hitungan menit itu, ada dosa besar yang akan dibayar tunai oleh Tuhan. Salah satunya melalui HIV/AIDS.

Setiap orang memiliki potensi tertular. Jika diatas saya cerewet untuk membekali remaja dengan kondom, mulai paragraph  ini saya menempatkan diri untuk menyapa mereka yang telah terinfeksi . Jangan pernah sedih, para penderita HIV/AIDS bukan monster yang harus dijauhi.  Kita dan penderita masih sama-sama manusia. Hanya saja mereka punya kelebihan untuk mengetahui bahwa mereka dekat kematian. Mereka hidup untuk menunggu mati, sedang kita hidup karena takut mati. Disitu mereka adalah orang yang beruntung. 

Satu hal yang pasti dalam hidup adalah kematian. Yang terkena HIV/AIDS akan mati, yang sehat pun akan mati. Karena itu, kita dan mereka sama sekali tak berbeda.

Sabtu, 05 Januari 2013

Tolong, Saya.

Malam Minggu Kelu.

Seharusnya saya memposting hal-hal yang berbau HIV/AIDS sekarang. karna besok itu deadline tulisan untuk lomba blogger tentang HIV/AIDS. tapi saya malah melakukan sesi curhat, karna saya memang benar-benar sedang sangat sesak. Butuh berbagi.

Pernah kecewa? Saya sedang merasakannya.

Saya gak tau, kenapa rasa kecewa itu sedemikian sakit. Rasanya nyaris gila - meskipun saya sendiri belum tau rasanya gila - hati saya seperti serpihan kertas yang sobek kecil-kecil kemudian terbang tertiup angin. saya mengejar kesana kemari untuk memunguti serpihannya yang berantakan tak terarah, tapi yang ada saya kelelahan sendiri tanpa mendapatkan hasil apapun. Pantaskah saya menyerah?

Saya sudah berusia 26 tahun, April tahun ini saya genap 27. Usia matang bagi seorang perempuan. Tapi saya mendapati kenyataan, bahwa apa yang saya jalani selama ini ternyata sia-sia. Saya di hantamkan pada kenyataan, hidup saya cuma bungkus semata. Saya kalah, tanpa pernah tau kapan pertarungan itu di mulai.

Saya tau, seharusnya saya minta maaf telah memposting tulisan yang kalian sendiri tak tau masalahnya. Saya tau, seharusnya ini di tuliskan di diary saja. Tapi bolehkah sekali ini saja, bolehkah sekali ini saja saya begini? rasanya nafas saya sudah nyaris mengering. Saya butuh di temani. Sungguh butuh ditemani.

Siapapun kalian yang membaca tulisan ini, tolong saya. Tolong saya kali ini saja. Tolong beri tau saya, kenapa saya jadi manusia yang se sia-sia ini? tolong ajari saya, untuk memaafkan kecewa yang datang malam ini. Sungguh, saya butuh pertolongan. Saya butuh kalian bantu.

Kenapa manusia yang sangat begitu mencintai pasangannya bisa menyakiti tanpa di duga? kenapa raja yang begitu gagah bisa mati cuma karna kurang tidur? kenapa saya bisa terluka oleh senar gitar yang tak sengaja putus di tengah lagu padahal saya begitu menyayangi gitar itu? kenapa, harus menyakiti saya melalui cara yang paling saya cintai? kenapa?

Malam ini, rumah saya sepi. Saya sendirian. Saya menyalakan semua kran air di semua saluran. mulai dari kamar mandi, washtafel, shower hingga cucian. semua saya nyalakan. gema berisik suara air yang mengucur jatuh ke lantai membuat saya makin menyadari bahwa saya telah menggadaikan malam ini sedari subuh tadi, saya gadaikan karna saya percaya saya akan bahagia malam ini. tapi, lagi-lagi, saya salah. ibarat orang berjudi, saya telah letakkan semua uang yang saya punya untuk malam ini, karna saya tau saya pasti menang dan membawa uang yang lebih banyak. saya percaya, kartu yang akan saya dapat adalah kartu tertinggi. tapi, perjudian saya hangus. saya pulang tanpa membawa apapun. saya rugi total. saya habis malam ini.

Saya tau dan sadar diri, saya bukan perempuan baik. Tapi saya ingin terus jadi lebih baik.

Impian saya mudah, Saya ingin ada di rumah. Memasak, mencuci, mengatur rumah untuk keluarga saya. Saya ingin menjadi perempuan pertama yang menitikkan airmata bangga karna suami saya menjadi orang sukses dunia akhirat, ingin menjadi perempuan pertama yang menangis karna sakit melihat suami saya terkapar lemah di tempat tidur karna kelelahan. cuma air matakah yang saya punya? TIDAK ! dibalik Air mata saya, berjuta doa yang menopang kesuksesan imam saya, seribu senyum yang hadir tanpa dia tau.

Tolong saya.

Kamis, 03 Januari 2013

Matahari di Kuningan.

Selamat Kamis siang, selamat Tahun baru ( meski agak telat ) semoga kalian semua bahagia. Assalamualaikum.

Hari ini baru masuk setengah, matahari masih dilangit dan terang benderang -meskipun musim hujan- tapi saya sudah dapat begitu banyak pergumulan bathin di hari ini. Sebuah pembelajaran yang selalu membuat saya bersyukur karna telah jatuh cinta pada orang yang tepat. Ade Riyan Purnama - lebih sering saya panggil Mas Riyan-

Pagi tadi saya dan mas Riyan mengaji di Menara Kuningan. Mengaji di sini bisa didefinisikan dengan lebih tepat sebagai ajang curhat santai bersama guru ngaji mas Riyan yang sehari-harinya ada di Menara Kuningan. Isi pengajiannya banyak, tapi bukan itu yang membuat saya merasa mengalami pergolakan bathin yang kuat. Justru pergolakan itu terjadi setelah sesi pengajian itu selesai.

Kami mengaji hingga setengah jam sebelum adzan Dzuhur berkumandang. Mas Riyan yang memang nyaris selalu sholat di waktu awal, refleks mengajak saya ke Musholla menara kuningan yang letaknya di lantai 16. Saya memang sudah beberapa kali sholat di musholla ini. Tapi baru kali ini saya masuk ke dalam dan mendapati keadaannya sepi senyap. Biasanya, saya datang ketika Adzan sudah berkumandang. Kali ini, saya harus menunggu adzan sekitar 30 menit kemudian. Aturan musholla yang membedakan pintu masuk bagi pria dan wanita membuat saya dan mas Riyan akhirnya menunggu sendiri-sendiri. Di sinilah pergolakan bathin saya di mulai.

Musholla itu dingin sekali. Deru AC menggema menembus kesunyian. Lantai 16. Saya baru menyadari dalam kesendirian itu, bahwa saya ada di lantai 16. Entah berapa ratus kaki di atas permukaan tanah. Dan saya sendiri. Disini saya sendiri. Saya melihat Mas Riyan sedang menyender di dinding sembari memejamkan mata. Entah berdzikir entah tertidur, saya harap kemungkinan pertama yang dia lakukan.

Ada sekitar satu menit saya melamun. Menikmati dinginnya ruangan AC di tengah terik matahari di luar sana. Tiba-tiba, mata saya menangkap silau warna langit. Arahnya dari sebelah kanan. Ketika saya menoleh, saya merasa tertarik maghnet alami untuk mendekat kesana. Jendela kaca maha besar terpampang di salah satu sudut musholla itu. Saya refleks melongok ke bawah kaca itu, dan Wuzzzzz!!!! mendadak saya disergap perasaan aneh. Saya merinding entah karena apa. Mungkin takut, mungkin juga ngeri. Yang jelas, pemandangan yang saya lihat itu luar biasa hebat menggedor jantung inspirasi saya.

Dari jendela kaca lantai 16, mata saya langsung jatuh ke jalan utama Kuningan. Di belakang saya senyap. Tak ada siapa-siapa. Saya merasa kerdil, sepi, dan sendiri. Demi menghalau rasa ngeri, saya mencoba menoleh, menatap sekeliling. Pandangan saya berhenti pada sosok Mas Riyan yang masih duduk tenang di barisan pria. Dan ketika saya kembali lagi menatap ke bawah, sensasi rasa tadi muncul lagi. Kali ini disertai gemetaran yang membuat saya menggigil. Tak sadar, saya menangis.

Pemandangan itu mengunci hati saya rapat-rapat. Jalan utama Kuningan yang seringkali saya lewati, yang biasanya macet dan begitu menyebalkan, siang tadi menampakkan aum nya di mata saya. Dari lantai 16 Menara Kuningan, saya melihat ke bawah. Mobil-mobil yang berjalan, motor dan beberapa manusia di bawah. Mata manusia saya menangkap itu semua dengan baik. Namun, keterbatasannya membuat benda-benda di bawah itu tampak kecil. Sangat kecil. CR-V yang bisanya lebih besar dari saya, kali ini telihat sangat mungil. Metromini yang biasanya saya hindari karna takut terserempet kini terlihat bagai mainan keponakan saya, dan manusia-manisa di bawah sana.... terlihat seperti boneka yang berjalan dengan batu batere. Saya menggigil. Mata manusia saya, yang demikian terbatas dan baru saja dari ketinggian lantai 16 saja sudah sedemikian berbedanya melihat semua itu. Bagaimana dengan Allah? yang tak terbatas pengelihatannya, yang melihat kita jauh lebih dari atas sana. Bagaimana kita di matanya? Kecil? Kerdil dan berukuran lebih mini kah? saya terisak, takut luar biasa. Saya sadar, saya pastilah sangat kecil di mata-Nya.

Saya membayangkan bagaimana benda-benda mini itu ketika menara kuningan yang super tinggi ini roboh mendadak? Bagaimana saya yang ada di ketinggian ini akan menyelamatkan diri jika itu terjadi? Terjun bebas sama dengan bunuh diri. Bertahan belum tentu selamat. Saya bergegas ke ruang wudhu. Mensucikan diri dan curhat langsung pada yang memiliki saya.

Setelah selesai Sholat Dzuhur, mas Riyan membawa saya ke Smoking Room di parkiran lantai 7. Kami ngobrol kesana kesini. Sampai kemudian saya ingin bicara tentang pengalaman spiritual tadi, tapi sebelum saya bicara, mas Riyan berdiri. Tangannya menunjuk ke udara. Dia berkata " Kamu liat deh, mata kita kalau begini cuma bisa menatap pemandangan di sana." Katanya sambil menunjuk gedung-gedung pencakar langit di sekitar Menara Kuningan. " Kita cuma bisa liat langit, sama gedung-gedung itu. Tapi kita luput gak mau liat ke bawah. " sontak saya diam. Sepertinya ada aliran listrik yang terjadi antara bathin saya dan bathin mas Riyan kala itu. Tanpa bermaksud sok romantis, saya memperhatikan dia. Pria di hadapan saya ini memang luar biasa.

Saya jadi teringat suatu kejadian di TIM sore hari. Waktu itu rintik gerimis di depan pelataran teater besar. Saya dan mas Riyan habis nonton film di XXI TIM. Waktu itu, tergopoh-gopoh kami berlarian ke mobil. tiba-tiba mas Riyan bilang hal yang membuat saya terkesiap, katanya " Aku ini laki-laki paling kaya sedunia. Aku punya dua mata yang masih bisa melihat, aku punya telinga lengkap yang masih bisa mendengar, dua tangan yang masih cukup kokoh untuk bekerja, dua kaki yang masih gagah untuk berdiri dan perempuan seperti kamu yang jadi perhiasan termahal. Kaya itu gak cuma harta kan? " Saat itu, saya membungkus kata-katanya dan menyimpan dengan rapi di ingatan.

Bagi saya, kebagahiaan terbesar adalah ketika saya mampu mengambil hal-hal baik dari apa yang tengah terjadi. Dan kehadiran mas Riyan, memiliki sumbangan terbesar dalam pencapaian kebahagiaan itu. Semoga, kalian pun memiliki pasangan yang sama baiknya dengan pasangan saya. Karna kita semua, akan di jodohkan dengan orang yang memang pantas untuk kita.

Regrads.

Me.